BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Selasa, 04 Januari 2011

poligami harus memikirkan anak

Dalam antropologi sosial, poligami merupakan praktik pernikahan kepada lebih dari satu suami atau istri (sesuai dengan jenis kelamin orang bersangkutan) sekaligus pada suatu saat (berlawanan dengan monogami, di mana seseorang memiliki hanya satu suami atau istri pada suatu saat).
Terdapat tiga bentuk poligami, yaitu poligini (seorang pria memiliki beberapa istri sekaligus), poliandri (seorang wanita memiliki beberapa suami sekaligus), dan pernikahan kelompok (bahasa Inggris: group marriage, yaitu kombinasi poligini dan poliandri). Ketiga bentuk poligami tersebut ditemukan dalam sejarah, namum poligini merupakan bentuk yang paling umum terjadi.
Islam pada dasarnya 'memperbolehkan' seorang pria beristri lebih dari satu (poligami). Islam 'memperbolehkan' seorang pria beristri hingga empat orang istri dengan syarat sang suami harus dapat berbuat 'adil' terhadap seluruh istrinya (Surat an-Nisa ayat 3 4:3). Poligini dalam Islam baik dalam hukum maupun praktiknya, diterapkan secara bervariasi di tiap-tiap negara dengan mayoritas penduduk beragama Islam. Di Indonesia sendiri terdapat hukum yang memperketat aturan poligini untuk pegawai negeri, dan sedang dalam wacana untuk diberlakukan kepada publik secara umum. Tunisia adalah contoh negara arab dimana poligami tidak diperbolehkan.
Dampak yang umum terjadi terhadap istri yang suaminya berpoligami yang terdiri dari 2 faktor yaitu:
1. Dampak psikologis: perasaan inferior istri dan menyalahkan diri karena merasa tindakan suaminya berpoligami adalah akibat dari ketidakmampuan dirinya memenuhi kebutuhan biologis suaminya.
2. Dampak ekonomi: Ketergantungan secara ekonomi kepada suami. Walaupun ada beberapa suami memang dapat berlaku adil terhadap istri-istrinya, tetapi dalam praktiknya lebih sering ditemukan bahwa suami lebih mementingkan istri muda dan menelantarkan istri dan anak-anaknya terdahulu. Akibatnya istri yang tidak memiliki pekerjaan akan sangat kesulitan menutupi kebutuhan sehari-hari.
3. Dampak hukum: Seringnya terjadi nikah di bawah tangan (perkawinan yang tidak dicatatkan pada Kantor Catatan Sipil atau Kantor Urusan Agama), sehingga perkawinan dianggap tidak sah oleh negara, walaupun perkawinan tersebut sah menurut agama. Pihak perempuan akan dirugikan karena konsekuensinya suatu perkawinan dianggap tidak ada, seperti hak waris dan sebagainya.
4. Dampak kesehatan: Kebiasaan berganti-ganti pasangan menyebabkan suami/istri menjadi rentan terhadap penyakit menular seksual (PMS), bahkan rentan terjangkit virus HIV/AIDS.
5. Kekerasan terhadap perempuan, baik kekerasan fisik, ekonomi, seksual maupun psikologis. Hal ini umum terjadi pada rumah tangga poligami, walaupun begitu kekerasan juga terjadi pada rumah tangga yang monogami.
Persiapan psikis sangat penting, terutama jika di dalam di dalam pernikahan suami sebelumnya terdapat anak-anak. Anak-anak dapat merasakan setelah pernikahan kedua terjadi, apakah ibunya dapat dengan besar hati menerima orang baru masuk ke dalam kehidupan mereka. Jangan sampai keputusan yang diambil menyimpan bara dalam sekam, ujungnya yang terjadi adalah ketidak bahagiaan bagi istri dan korban utama yang paling menderita adalah anak. Seorang ibu merupakan pengembang utama bagi pendidikan anak. Bagaimana mungkin seorang ibu yang tidak bahagia (unhappy mother ) bisa memberikan kebahagiaan bagi anak-anaknya. Yang akhirnya hal tersebut bisa menjadi bumerang bagi keutuhan perkembangan jiwa anak.
Pada dasarnya sebelum melakukan poligami wajib diyakinkan apakah anak-anak tidak keberatan dengan keputusan tersebut. Apabila anak-anak masih di bawah masa dewasa mereka tidak akan mengerti dan belum bisa menjawab secara benar apa yang mereka rasakan, bahkan bisa saja perasaan mereka berubah dari setuju menjadi amat sangat tidak setuju.
Apalagi jika sudah melakukan poligami sebelum menanyakan kepada anak. Sang anak akan merasa terhianati dan merasa kasih sayang yang diberikan orang tua tidak pernah ada untuknya. Jangan sampai anak-anak merasakan seperti itu.
Intinya setiap anak yang masih membutuhkan sokongan materi dan kasih sayang tidak akan pernah setuju bahkan membenci adanya poligami. Kalaupun anak yang sudah tidak membutuhkan sokongan materi dan kasih sayang dari orang tua setuju, pasti dia sudah mendapat kebutuhan tersebut dari orang lain. Tetapi tetap saja hal ini membutuhkan perhatian dari orang tua.
Sebaiknya sebelum orang tua melakukan pologami, pastikan apakah Anda sudah mampu memberikan perhatian kepada istri/suami dan anak-anak Anda, dan apakah jika Anda poligami, Anda tetap bisa perhatian dan tanggung jawab kepada keluarga Anda dengan utuh??
Jika Anda tidak mampu, lupakanlah untuk berpoligami sebelum banyak hal negative datang ke keluarga Anda. Karena sesungguhnya tidak ada yang mampu merasakan rasa yang sama dengan apa yang dirasakan orang lain.
Dalam islam mungkin poligami diperbolehkan, tetapi menyakiti dan mendzolimi orang lain adalah hal yang sangat berdosa.

0 komentar: