BLOGGER TEMPLATES AND TWITTER BACKGROUNDS

Kamis, 12 Mei 2011

Sikap Indonesia Terkait Libya, Sengketa Thailand-Kamboja, Perompak Somalia

KEMENTERIAN Luar Negeri RI mengatakan, Indonesia sudah menunjukkan peran dalam menyelesaikan konflik di Libya. Selain sudah menyampaikan sikap yang menyesalkan keprihatinannya atas kekerasan yang masih saja terjadi di Libya yang dilakukan oleh semua pihak, baik itu pemerintah Libya maupun pasukan koalisi, Indonesia juga menawarkan untuk mengirimkan misi damai di bawah koridor PBB.

Saat ditanya apakah Indonesia condong pelengseran Khadafi atau mempertahankan posisi Khadafi, Juru Bicara Kemenlu Michael Tene menjawab Indonesia tidak akan campur tangan dalam urusan politik di Libya. Masalah politik di Libya harus diselesaikan oleh masyarakat Libya sendiri secara damai melalui proses politik dan tidak ada intervensi asing, dan agar proses politik ini bisa berjalan maka diperlukan kondisi yang kondusif, yaitu semua pihak harus berhenti melakukan kekerasan, kata Michael Tene.

Kepada Pelita, Selasa (12/4) Jubir Kemenlu ini menuturkan banyak hal, termasuk perkembangan ABK Sinar Kudus dan mediasi Indonesia terhadap konflik perbatasan Kamboja dan Thailand. Berikut wawancara selengkapnya:

Terkait upaya penyelamatan ABK Kapal Sinar Kudus dari prompak Somalia, Presiden SBY, hari ini (kemarin-Red) telah menyampaikan adanya opsi-opsi yang tidak bisa dipublikasikan, kira-kira apakah respon RI nanti bisa berujung pada operasi militer untuk menyerang mereka atau menyetujui tuntutan perompak?
Sejak awal kasus ini terjadi, pemerintah sangat peduli terhadap permasalahan yang dihadapi ABK Sinar Kudus yang disandera. Penyelesaian masalah ini tidak kalah dengan masalah warga negara kita yang ada di penjuru dunia lainnya, seperti Libya, Mesir, Tunisia dan Jepang.

Pada masalah yang berkembang saat ini saya belum bisa berbicara banyak, karena pemberitaan di Indonesia ini tentunya dimonitor oleh mereka, itulah mengapa kita tidak bisa terbuka karena kita tidak ingin hal ini mengganggu upaya-upaya yang masih berlangsung. Intinya kita ingin masalahnya cepat diselesaikan dan menjamin keselamatan para ABK nanti. Dan pemerintah terus bekerja sama dengan jejaring yang ada di kawasan tersebut yang selama ini terlibat dengan penanganan perompak tersebut.

Siapa sebenarnya para perompak Somalia itu, apakah ada kaitannya dengan kelompok Al Shahab atau mereka yang hanya mencari makan dengan jalan-jalan itu?
Kita sudah mengumpulkan informasi tentang itu, tetapi masih belum bisa bicara panjang lebar terkait masalah itu. Yang ingin saya katakan bahwa pemerintah sudah bekerja meskipun selama ini tidak ada pemberitaan itu, karena memang sifat masalah ini tidak bisa kita sampaikan secara terbuka.

Bicara soal yang barangkali bisa terbuka, selama ini banyak tokoh masyarakat di Indonesia yang meminta peran aktif Indonesia dalam menyelesaikan krisis di Libya, sejauh mana keterlibatan Kemenlu dalam kasus ini?
Saya kira sudah menjadi kepedulian kita sejak pertama kali, bahkan Bapak Presiden saat itu langsung menulis surat kepada Sekjen PBB agar masyarakat dunia untuk menghindari langkah-langkah kekerasan. Paska Resolusi 1973 DK PBB yang menjadi dasar intervensi terhadap Libya, kami sudah menyampaikan keprihatinan kita atas dampak terhadap masyarakat sipil di Libya. Sehingga diperhatikan perlindungan masyarakat sipil terhadap kekerasan yang dilakukan dari pihak manapun Baik dari pemerintah maupun dunia internasional. Pemerintah kita juga sudah menyerukan dilakukan segera gencatan senjata.

Genjatan senjata selalu dimaknai secara belum jelas, apakah gencatan senjata ini selanjutnya menuntut pemimpin Libya Khadafi mundur atau bagaimana?
Sampai kita bisa menciptakan koridor kemanusiaan bagi masyarakat Libya dan terhindar dari tindakan kekerasan. Dan gencatan senjata dapat menciptakan suatu kemungkinan bergulirnya proses politik Libya, sehingga masa depan Libya bisa dilakukan secara damai.

Tampaknya sikap ini lebih dekat dengan upaya mediasi Uni Afrika ketimbang intervensi militer yang dilakukan NATO?
Kepedulian kita adalah adanya perlindungan masyarakat sipil dan adanya gencatan senjata.

Bagaimana dengan keterlibatan Indonesia secara langsung, apakah itu memungkinkan?
Sejauh ini kita sudah mengambil langkah-langkah di PBB, dan setelah adanya resolusi itu ternyata ada dampak yang tidak diinginkan dan tidak sepenuhnya berhasil untuk mencapai sasaran utama dari resolusi tersebut untuk menghindari kekerasan dan perlindungan masyarakat sipil dan adanya proses politik di Libya.
Intinya cara-cara intervensi militer asing terhadap Libya oleh NATO dianggap berlebihan oleh Indonesia?
Indonesia mementingkan perlindungan masyarakat sipil dan langkah-langkah ini menimbulkan masalah-masalah baru, jadi kita menentang penggunakan kekerasan oleh siapapun. Disamping itu perlu adanya proyeksi PBB untuk menciptakan gencatan senjata dan mendorong adanya kelanggengan suatu gencatan senjata. Dan Indonesia siap bergabung dalam membantu proses kelanggengan gencatan senjata di bawah kerangka PBB dan persetujuan para pihak yang bertikai di sana.
Terkait dengan mediasi konflik perbatasan Kamboja dan Thailand yang dilakukan Indonesia di Bogor beberapa hari lalu, tampaknya masih gagal mencapai persetujuan, bagaimana tanggapan Bapak?

Ini adalah proses yang dilakukan Indonesia untuk memastikan stabilitas di kawasan ini dan kebetulan Indonesia menjadi Ketua ASEAN, sehingga kita sulit menerima penggunaan kekerasan diantara anggota-anggota ASEAN sendiri, seyogyanya konflik-konflik itu diselasaikan dengan cara-cara damai.

Indonesia sudah mendatangi Thailand dan Kamboja untuk menahan diri dan menyelesaikan dengan cara damai, Kamboja saat itu menginginkan penyelesaian di tingkat PBB, namun oleh DK- PBB mendukung upaya-upaya Indonesia agar masalah ini diselaisaikan oleh ASEAN sebelum ditangani di tingkap PBB. Nah keterlibatan Indonesia sudah menggelar pertemuan informal para menlu ASEAN dan mendesak kepada Thailand dan Kamboja menyelesaikan masalahnya dengan cara-cara damai.
Pertemuan para menlu ASEAN di Jakarta menghasilkan dua hal: pertama, menghimbau agar gencatan senjata dua negara itu dilanggengkan, dan kedua bagaimana menggulirkan proses diplomasi kedua negara yang sempat terhenti karena adanya konflik terbuka itu.

Kita sudah menindak lanjuti kedua masalah ini disepakati untuk mengirimkan peninjau dari Indonesia di perbatasan kedua negara dan saat ini penugasan tim peninjau itu sedang dipersiapkan. Meskipun tim pemantau belum datang namun tujuan sudah tercapai, paling sudah tidak ada lagi konflik terbuka kedua negara. Dan proses negoisasinya sudah berlangsung. Jadi ini adalah masalah proses saja. (m faridu ashrih)

Sumber : www.harianpelita.com

0 komentar: